http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1023 |
|
|
|
Ditulis oleh Dewan Asatidz
|
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum
muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum
yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad
saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas
setiap umat-umat terdahulu. Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum
muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum
yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad
saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas
setiap umat-umat terdahulu. Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
- Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta
- Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an, surat Maryam ayat 26 :
"Jika
kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya
aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku
tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini" (Q.S.
Maryam :26).
- Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan
(bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan
sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara
dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.
- Sedang
kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan
yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam
tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga
memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga
mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.
HIKMAH PUASA
Diwajibkannya
puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni
merealisasikan ketakwaan kepada Allan swt. Sebagaimana yang terkandung
dalam surat al-Baqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman telah
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kalain bertakwa."
Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Al-Baqarah ayat 185 : "(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq
dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu". Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa
puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah
mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah
bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan
menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur'an al-Karim
yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga
merupakan pengobat hati, rahmah bagi orang-orang yang beriman, dan
sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar
dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk
bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore.
Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan?
Jumhur
ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada
puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan.
Pendapat ini dilandaskan pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh
Mu'awiyah : "Hari ini adalah hari Asyura', dan Allah tidak
mewajibkannya atas kalian. Siapa yang mau silahkan berpuasa, yang tidak
juga boleh meninggalkannya."
Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai
pendapat lain: bahwa puasa yang diwajibkan pertamakali atas umat Islam
adalah puasa Asyura'. Setelah datang Ramadhan Asyura' dirombak
(mansukh). Madzhab ini mengambil dalil hadisnya Ibn Umar dan Aisyah ra.:
diriwayatkan dari Ibn 'Amr ra. bahwa Nabi saw. telah berpuasa hari
Asyura' dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari
itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura' beliau
tinggalkan, Abdullah (Ibnu 'Amr) juga tidak berpuasa". (H.R. Bukhari).
"Diriwayatkan
dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa
Asyura' pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk
berpuasa hari Asyura' sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul
berkata, barang siapa ingin berpuasa Asyura' silahkan berpuasa, jika
tidak juga tak apa-apa". (H.R. Bukhari dan Muslim).
Pada
masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura' sejak
sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke
Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura'),
beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan manyerukan ke ummatnya untuk
melakukan puasa itu.
Hal ini sesuai dengan wahyu secara
mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya berdasar
hadis Ahaad (hadis yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang).
”Ibn Abbas ra. meriwayatkan: ketika Nabi saw. sampai di Madinah, beliau
melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura', lalu beliau
bertanya: (puasa) apa ini? Mereka menjawab: ini adalah hari Nabi Saleh
as., hari di mana Allah swt. memenangkan Bani Israel atas
musuh-musuhnya, maka lantas Musa as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu
Nabi saw. berkata: aku lebih berhak atas Musa dari kalian. Lantas
beliau melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada
sahabat-sahabatnya) berpuasa. (HR. Bukhari).
Puasa Ramadhan
diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriyah, maka lantas,
sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura terombak
(mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu
hanya merombak kesunatan puasa Asyura'.
Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-qur'an, Sunnah, dan Ijma. "Diriwayatkan
dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw
bersabda: Islam berdiri atas lima pilar: kesaksian tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan
zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan."
Kata
'al-haj' (haji) didahulukan sebelum kata 'al-shaum' (puasa), itu
menunjukkan pelaksanakaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu
dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata 'al-shaum' didahulukan,
karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas
umat Islam) dari pada haji.
Kewajiban puasa Ramadhan sangat
terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia
termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih
baru atau orang yang hidup jauh dari ulama.
DEFINISI PUASA
Secara
etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan
perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, surat Maryam ayat 26 : "Sesungguhnya
aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya
aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (Q.S.
Maryam : 26)
Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan
dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa.
Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota
badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua
sampai terbenarnnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa
Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan
Sya'ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada
malam tanggal 30 Sya'ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw.
"Berpuasalah
dengan karena kamu telah melihat bulan (ru'yat), dan berbukalah dengan
berdasar ru'yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah
Sya'ban menjadi 30 hari."***
================= Diambil dari buku "Pilar-pilar Islam dalam al-Sunnah" karya Prof. Dr. Umar Hasyim, oleh M. Rofiq Mu'allimin.
|
|
|
|