info www.alhudajetis.com
Syaikhuna Wamurobbiruhina Asysyaikh Al ‘Alim Al ‘Alamah KH. Abdurrohman adalah pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen yang didirikan pada tahun 1801 M.
Semasa kecilnya beliau bernama Sholihin,
dan hidup sebagai anak seorang petani biasa dan kehidupan
sehari-harinya adalah mengembala kerbau milik pamannya, dan ketika
beranjak remaja beliau pergi ke Kota Mekkah untuk menuntut ilmu. Di sana
beliau belajar ilmu Tashawwuf pada Syaikh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais. Pada
saat itu di Mekkah terjadi kerusuhan, yaitu dimana orang-orang Wahabi
selalu meneror dan memerangi orang-orang suni, karena kejadian tersebut
akhirnya beliau kondur ketanah Indonesia.
Sepulangnya beliau dari Makkah, beliau
menyebarkan ilmu yang diperolehnya sewaktu di sana, karena dalam setiap
melakukan kegiatan belajar mengajar beliau dan santrinya selalu menutup
pintu, sehingga mengundang kecurigaan kaum penjajah (Belanda) bahwa
beliau akan memberontak, yang pada akhirnya belau ditangkap dan
diintrogasi tentang kegiatan yang dilakukan beliau dan santri-santrinya.
Setelah beliau menerangkan bahwa semua kegiatan yang dilakukan bukan
untuk memberontak, akhirnya beliau dibebaskan kembali dengan syarat
beliau hanya pindah dari desa Ambal.
Kebetulan pada saat itu bupati Kebumen
membutuhkan seorang kyai untuk ditempatkan di desa Kutosari tepatnya
didukuh Jetis, akhirnya beliau ditempatkan di Jetis yang saat itu
namanya telah diganti menjadi KH. Abdurrohman. Pada
mulanya Jetis merupakan hutan belantara yang sangat angker dan wingit,
tapi berkat jasa serta kesaktian yang dimilikinya akhirnya beliau mampu
menaklukan semua dedemit yang ada di sana. Disamping itu beliau juga
tetap mengajarkan ilmu tashawwuf serta ditambah ilmu thoriqoh yang
dinamai Thoriqoh Naqsyabandiyah Kholidyah sehingga semakin hari
semakin banyak pula jama’ahnya bahkan sampai saat ini jama’ahnya telah
mencapai lebih dari 10.000 jama’ah.
Manusia boleh berencana, tapi pada
akhirnya Allah-lah yang menentukannya. Pada hari Jum’at waktu beliau
sedang mengerjakan shalat Shubuh tepatnya ketika sedang melakukan sujud
tilawah, beliau dipanggil untuk menghadapNya.
Sepeninggalan Beliau romo KH. Abdurrohman kepemimpinan pondok diteruskan oleh putra beliau, seorang Ulama yang bernama Husain, kemudian setelah beliau meninggal dunia laju kepemimpinan diteruskan oleh adiknya yaitu mbah Hasbulloh, beliau merupakan seorang yang sangat disiplin dan bersahaja.
Beliau kemudian meninggal ketika sedang
melakukan tawajjuhan. Sepeninggalan beliau kemudian roda kepemimpinan
dilanjutkan oleh putranya, seorang ‘Alim ‘Allamah yang bernama mbah Machfudz Hasbulloh, semasa
mudanya beliau pernah mengenyam pendidikan diberbagai pondok, antara
lain pondok Termas selama kurang lebih 2 tahun, kemudian dilanjutkan ke
pondok Bendo, Kediri, yang saat itu diasuh oleh Syekh Khozin, yang kemudian beliau dinikahkan dengan salah satu putri beliau yang bernama Nyai Maimunah. Atas pernikahannya beliau dikaruniai 17 putra dan putri, namun yang hidup hanya 6 putra dan 6 putri, yaitu :
1. Kyai. Abdul Kholiq2. Kyai. Juwaini
3. Nyai. Umi Kulsum
4. Nyai. Khasanah
5. Nyai. Masruroh
6. Kyai. Makhrus
7. Nyai. Hayati
8. Kyai. Muahaimin
9. Nyai. Siti Ma’rifah
10. Nyai. Siti Muhayaroh
11. Kyai. Wahib Machfudz
12. Kyai. Yazid Macfufudz
Setelah beliau wafat laju kepemimpinan pondok dipegang oleh putranya yang sulung KH. Abdul Kholiq,
seorang kyai yang bertempramental keras dan sangat disiplin, tapi
sayang ketika beliau sedang semangat-semangatnya mengasuh pondok beliau
dipanggil untuk menghadap rahmatulloh. Setelah beliau wafat, digantikan oleh adiknya yaitu Syaikhina Wamurobbiruhina romo KH Wahib Machfudz dan adiknya romo KH Yazid Machfudz.
Semasa mudanya beliau romo KH. Wahib Machfudz menempuh pendidikan umum sampai tingkat tsanawiyah, kemudian beliau mondok di Lirap asuhan KH Durmuji Ibrohim, pada tahun 1974-1978. setelah itu beliau melanjutkan di pondok Al-Barokah, Kawunganten Cilacap, setelah merasa cukup kemudian beliau melanjutkan mondoknya di Ploso yang diasuh oleh KH Ustman Djazuli pada
tahun 1980-1983. Setelah dianggap cukup kemudian beliau pulang untuk
meneruskan perjuangan kepemimpinan pondok pesantren Al-Huda Jetis sampai
sekarang.